Jadi Pasien

10.18.00 doniapa 0 Comments

Setelah satu tahun lamanya menjadi pasien-pasienan (red: orang percobaan) maupun menjadi dokter-dokteran saat jam skills lab setiap Selasa bersama teman satu kelompok, Cobalamin (12B), akhirnya dua hari yang lalu aku benaran menjadi pasien yang berobat ke dokter benaran juga. Sebenarnya sakitnya tidaklah parah, hanyalah common cold, tapi karena dipaksa orangtua untuk berobat (ga dipaksa juga kali, ini lebay :p) yah tak apalah hitung-hitung nambah pengalaman menjadi seorang pasien. In sya Allah berguna ke depannya ketika sudah jadi dokter kelak, aamiin.

Nah. bagian ini yang ingin aku ceritakan pada teman-teman semuanya. Aku berobat tidaklah ke rumah sakit, hanyalah ke klinik biasa. Antriannya pada malam itu luamayan panjang, pasalanya aku mendapat giliran yang ke 23. Tempat menunggu giliran dipanggilnya nama pasien saat itu penuh karena belum ada seorangpun pasien yang diperiksa. (aku datang sehabis buka puasa, mungkin dokter dan perawatnya juga sedang istirahat) Inilah hebatnya klinik ini, tidak sampai satu jam rasanya menunggu, hanya sibuk mengirim sms ke teman-teman perihal buka puasa alumni smp (mts), ku coba tengok sudah urutan ke berapa sekarang, ternyata sudah sampai yang ke 19. "Wah, cepat sekali yah di sini. Bentar lagi giliran Doni nih" pikirku. Hmm, mungkin karena rata-rata pasien yang datang ke sini adalah balita, makanya bisa cepat kali ya. Siapa tahu penyakitnya sama, dan dokter ga perlu melakukan anamnesis yang mendalam. Anamnesis itu adalah ketika seorang dokter mencari tahu penyakit pasiennya dengan melakukan tanya jawab seputar keluhan pasien.
contoh dokter sedang melakukan anamnesis
Yak. "Doni, ada yang bernama Doni?" kata perawat di depan ruangan. Begitu masuk, aku langsung duduk dan bersiap untuk diperiksa tekanan darahku (red: tensi). Perawat memompa sfigmomanometernya (tensimeter) sapai ke angka 200 coba, tangan ini udah berasa terjepit erat sekali. Dan itu juga engga sekali, sampai tiga kali malah -___- Padahal sepengetahuanku hal itu tidaklah tepat, seharusnya cukup hingga 140 atau 160. Beda lagi jika yang diperiksa memang riwayat hipertensi. Mungkin perawatnya mengira aku hipertensi kali ya, karena datang berobat. #mungkinsaja

Setelah diperiksa tensi darah didapatkan kalau tensiku 120/80, kategorinya normal. Alhamdulillah. Sekarang menuju ke dokter. "Kenapa dek?" tanya dokter tiba-tiba. "Flu, dok. dari dua hari yang lalu. Mulai hari ini juga disertai batuk." jawabku seadanya. "Batuknya kering apa berdahak?" tanya dokter yang namanya pun tidak ku kenal. "Ya karena flu ini kali dok, jadinya batuknya berdahak" Kemudaian dokter meminta ku berbaring dan menyentuhkan stetoskopnya ke bagian thoraks sekali saja. Ya, hanya sekali. Sepertinya ini formalitas aja kali ya? pikirku -___- Haha. ga tau juga lah. Terakhir disodorkan sebuah obat yang sudah sangat umum digunakan pada penyakitku sekarang ini sambil dokternya bertanya. "Bisa makan ini?" "Bisa Dok" jawabku. Dan selesai sudah pemeriksaannya. Cepat lho. Ga sampai lima menit anamnesis dan pemeriksaannya. Gimana ga hebat tuh dokter? Apa mungkin akunya yang terlalu patuh jadi pasien yang melaksanakan kewajiban sebaik mungkin kali ya? Bisa jadi.


Yah, mungkin ini karena mengingat kondisi banyaknya pasien yang datang. Ruangan yang digunakan dokter di sana juga cuma satu untuk pemeriksaan begini. Makanya harus cepat-cepat memeriksa pasiennya. Yang aku soroti dari pengalaman kali ini yaitu, hal dasar saat pertama kali bertemu pasien yaitu memberi salam dan memperkenalkan diri. Itu tak tampak pada dokter tersebut. Padahal di setiap skills lab maupun saat ujiannya, poin memberikan salam dan memperkenalkan diri tak pernah luput untuk selalu ada di setiap ujian apapun. Mungkin dokter tersebut merasa udah terkenal kali ya? Atau jangan-jangan cuma aku yang tak kenal dengan dokternya? Mungkin saja. --" Poin salam dan perkenalan diri tersebut berguna untuk membangun sebuah komunikasi efektif antara dokter dengan pasien, agar saat anamnesis didapatkan gambaran yang jelas mengenai penyakit yang diderita pasien. Selain itu, juga dapat menambah kepercayaan seorang pasien akan dokter tersebut. Begitulah pengalamanku saat berobat lalu.

Mari sama-sama kita ambil pelajaran, yang pasti jaga kesehatan. Sakit itu ga enak. Beneran. Untuk tidur aja susahnya minta ampun. Kedua, bagi teman-teman yang nantinya menjadi dokter jangan lupa dengan hal-hal dasar yang dulu sering dipelajari saat masih duduk di bangku perkuliahan. Kemudian juga ingatlah baik dokter maupun pasien keduanya sama-sama memiliki hak dan kewajiban yang saling timbal balik sifatnya. Kewajiban dokter merupakan hak bagi pasien, begitu sebaliknya.

Sekian. Mohon doanya agar Doni cepat sembuh ya teman :D Terima kasih.

Pictures from:
http://www.dreamstime.com/stock-photo-funny-doctor-image3382560
http://internetmedicine.com/medical-bloopers/
http://upstreamdownstream.org/2013/01/doctor-patient-communication-affects-medication-adherence/
http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Doctor_uses_a_stethoscope_to_examine_a_young_patient.JPEG

You Might Also Like

0 comments: