Bersyukur Meninggal

00.40.00 doniapa 3 Comments

“Aaah.. akhirnya  kelar juga nih tutorial” desahku seiring melangkah keluar dari gedung ABCD. Tutorial pertama di blok kardiorespirasi ini benar-benar membuatku capek. Pasalnya banyak sekali hal yang tidak ku mengerti di skenario tadi. Untunglah sistem belajarnya menggunakan seven jumps membuat ku bisa memahami materi minggu ini sedikit demi sedikit.
“Eh Ber, Lu tahu jadwal kita selanjutnya ga?” tanya Ramos, ketua kelompokku dengan nada sedikit menggoda.
“Engga, emang apaan Ram?” jawabku penuh rasa penasaran.
“Kita itu bakal praktikum lho Ber, praktikum anatomi!” balas Ramos dengan semangat.
“Ha? Anatomi?! Ciyus Lu Ram? Ngeliyat mayat dong? Ih Ogah ah!” timpalku ketakutan.
“Ga usah takut Berri, kan Gue selalu setia menemani Lu terus. hehehe”
Iya sih, benar juga apa kata Ramos, tapi bukan karena ada dianya lho ya! Poin yang ga usah takutnya yang ditekankan. Soalnya mau ga mau pelajaranku selanjutnya bakal sering ketemu ama ‘sesuatu’ ini. Berarti aku harus menghilangkan rasa takut ini sedini mungkin.
Kemudian, kami segera memasuki laboratoruim anatomi di mana telah ramai dipenuhi oleh teman-teman yang segrup denganku. Sebelum  memulai praktikum, kita semua menonton video pengarahan terkait materi praktikum yang akan dilakukan.
“Ngantuk nih nonton beginian terus. Kapan mulainya nih? Udah kaga jelas lagi apa yang diomongin dan yang ditunjukin ama model di video ini. Mending keliling-keliling dulu ah” pikir ku sambil keluar dari kerumunan. Tepat saat ku berhasil melangkah keluar, langsunglah mataku tertuju pada seonggok daging yang ternyata setelah ku perhatikan adalah tubuh manusia, lelaki tua tanpa sehelai benangpun menutupinya. Seketika itu dadaku berdebar kencang, keringat dingin mulai mengucur membasahi pakaianku. Ku tatap mata tanpa makna milik seorang kakek yang tak bernyawa. “Apakah nanti semua orang akan seperti ini? Tentu pastinya. Namun, dalam keadaan bagaimana kita akan mati tak ada seorangpun yang tahu” bisik hatiku.
“Hoi Ber! Apa yang Lu liat dari tadi?” ucap Ramos yang sontak membangunkan ku dari lamunan.
“Mau tau aja sih Lu!” jawabku ketus
“Biasa aja dong Ber, ga usah marah gitu juga kali. Ntar cepat tua lho!”
“Biarin, emang Gue pikirin!”
Yah, walau mulutku berkata demikian sepanjang perjalanan pulang hatiku terus memikirkan kejadian di laboratorium anatomi tadi siang. Ada sesuatu yang mengganjal benakku, perihal kematian. Aku belum siap untuk menghadapinya. Masih banyak hal-hal yang ingin ku perbaiki dari diriku. Aku harus berubah menuju pribadi yang menebar manfaat sepanjang waktu. Walau begitu, tak semudah mulut berkata, ujian dan cobaan selalu datang silih berganti. Hal terpenting yang dapat ku lakukan sekarang yaitu bersyukur sepenuh hati. Bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk hidup, memperbaiki dan mendewasakan diri dengan berbagai masalah yang ada.
Lain halnya dengan orang yang telah meninggal. Mereka akan bersyukur jika menggunakan waktu di dunia dengan sebaik mungkin. Mengerjakan segala kebaikan pastinya. Jika tidak, mereka tak akan pernah bersyukur, malahan yang akan ada yaitu penyesalan. Penyesalan selalu datang di akhir.


*cerpen ini ditulis dalam rangka tugas 1 dari Bina Bakat Minat dan Kepemimpinan (BBMK) di Broca, UKM jurnalistik Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Materi dalam BBMK waktu itu yaitu Teknik Wawancara. Peserta disuruh mewawancarai senior dengan nomor BP yang sama empat angka dari belakang tentang pengalaman paling berkesannya. Kebetulan Kakak BP doni cerita kalo pengalamannya yaitu masuk lab anatomi. Thanks kakak BP. BP kita emang unik, 2121.

You Might Also Like

3 komentar:

  1. mantap don... pertahankan & tingkatkan tulisannya ya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. weeh, langsung dikomen ama Broca nya, jadi ga enak --"
      makasi banyaak kaa :D

      Hapus