Bersyukur Meninggal
“Aaah..
akhirnya kelar juga nih tutorial”
desahku seiring melangkah keluar dari gedung ABCD. Tutorial pertama di blok
kardiorespirasi ini benar-benar membuatku capek. Pasalnya banyak sekali hal
yang tidak ku mengerti di skenario tadi. Untunglah sistem belajarnya
menggunakan seven jumps membuat ku
bisa memahami materi minggu ini sedikit demi sedikit.
“Eh Ber, Lu tahu jadwal kita
selanjutnya ga?” tanya Ramos, ketua kelompokku dengan nada sedikit menggoda.
“Engga, emang apaan Ram?” jawabku
penuh rasa penasaran.
“Kita itu bakal praktikum lho Ber,
praktikum anatomi!” balas Ramos dengan semangat.
“Ha? Anatomi?! Ciyus Lu Ram? Ngeliyat
mayat dong? Ih Ogah ah!” timpalku ketakutan.
“Ga usah takut Berri, kan Gue
selalu setia menemani Lu terus. hehehe”
Iya sih, benar juga apa kata Ramos,
tapi bukan karena ada dianya lho ya! Poin yang ga usah takutnya yang ditekankan.
Soalnya mau ga mau pelajaranku selanjutnya bakal sering ketemu ama ‘sesuatu’
ini. Berarti aku harus menghilangkan rasa takut ini sedini mungkin.
Kemudian, kami segera memasuki
laboratoruim anatomi di mana telah ramai dipenuhi oleh teman-teman yang segrup
denganku. Sebelum memulai praktikum,
kita semua menonton video pengarahan terkait materi praktikum yang akan
dilakukan.
“Ngantuk nih nonton beginian terus.
Kapan mulainya nih? Udah kaga jelas lagi apa yang diomongin dan yang ditunjukin
ama model di video ini. Mending keliling-keliling dulu ah” pikir ku sambil
keluar dari kerumunan. Tepat saat ku berhasil melangkah keluar, langsunglah
mataku tertuju pada seonggok daging yang ternyata setelah ku perhatikan adalah
tubuh manusia, lelaki tua tanpa sehelai benangpun menutupinya. Seketika itu
dadaku berdebar kencang, keringat dingin mulai mengucur membasahi pakaianku. Ku
tatap mata tanpa makna milik seorang kakek yang tak bernyawa. “Apakah nanti
semua orang akan seperti ini? Tentu pastinya. Namun, dalam keadaan bagaimana
kita akan mati tak ada seorangpun yang tahu” bisik hatiku.
“Hoi Ber! Apa yang Lu liat dari tadi?”
ucap Ramos yang sontak membangunkan ku dari lamunan.
“Mau tau aja sih Lu!” jawabku ketus
“Biasa aja dong Ber, ga usah marah
gitu juga kali. Ntar cepat tua lho!”
“Biarin, emang Gue pikirin!”
Yah, walau
mulutku berkata demikian sepanjang perjalanan pulang hatiku terus memikirkan
kejadian di laboratorium anatomi tadi siang. Ada sesuatu yang mengganjal
benakku, perihal kematian. Aku belum siap untuk
menghadapinya. Masih banyak hal-hal yang ingin ku perbaiki dari diriku. Aku harus
berubah menuju pribadi yang menebar manfaat sepanjang waktu. Walau begitu, tak semudah
mulut berkata, ujian dan cobaan selalu datang silih berganti. Hal terpenting
yang dapat ku lakukan sekarang yaitu bersyukur sepenuh hati. Bersyukur karena masih diberi
kesempatan untuk hidup, memperbaiki dan mendewasakan diri dengan berbagai masalah yang ada.
Lain halnya dengan orang yang telah
meninggal. Mereka akan bersyukur jika menggunakan waktu di dunia dengan sebaik
mungkin. Mengerjakan segala kebaikan pastinya. Jika tidak, mereka tak akan
pernah bersyukur, malahan yang akan ada yaitu penyesalan. Penyesalan selalu
datang di akhir.
*cerpen ini ditulis dalam rangka tugas 1 dari Bina Bakat Minat dan Kepemimpinan (BBMK) di Broca, UKM jurnalistik Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Materi dalam BBMK waktu itu yaitu Teknik Wawancara. Peserta disuruh mewawancarai senior dengan nomor BP yang sama empat angka dari belakang tentang pengalaman paling berkesannya. Kebetulan Kakak BP doni cerita kalo pengalamannya yaitu masuk lab anatomi. Thanks kakak BP. BP kita emang unik, 2121.
mantap don... pertahankan & tingkatkan tulisannya ya....
BalasHapusweeh, langsung dikomen ama Broca nya, jadi ga enak --"
Hapusmakasi banyaak kaa :D
haha... sama2 don.....
BalasHapus